Waspada Kerugian Ekonomi Penyakit Cacingan Pada Sapi

WASPADA KERUGIAN EKONOMI PENYAKIT CACINGAN PADA SAPI

Sapi kurus salah satu ciri terkena cacingan


Banyak peternak yang memandang sebelah mata penyakit ini. Secara kasat mata, tidak semua sapi yang menderita cacingan terlihat sakit, tetapi rata-rata hanya terlihat kurus. Tingkat keparahan yang ditimbulkan oleh serangan benalu cacing pun tergantung pada jenis cacing, jumlah cacing yang menyerang, umur sapi yang terjangkit serta kondisi pakan.

Kenapa cacing tidak bisa dianggap remeh? Karena walaupun penyakit cacingan tidak pribadi mengakibatkan kematian, namun secara ekonomi sanggup mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbukan oleh penyakit cacingan pada sapi ternyata cukup banyak, mulai dari penurunan berat badan, terhambatnya pertumbuhan pada sapi muda, penurunan kualitas daging, kulit dan jeroan pada ternak potong, penurunan produksi susu pada ternak perah dan ancaman penularan pada manusia. Hasil suatu penelitian menyatakan bahwa kasus cacingan mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan berat tubuh per hari sebanyak 40% pada sapi potong dan penurunan produksi susu sebesar 15% pada sapi perah.


Mengenal Penyakit Cacing Pada Sapi

Cacingan atau helminthiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya infestasi cacing pada tubuh hewan, baik pada kanal percernaan, pernapasan, hati, maupun pada belahan tubuh lainnya. Pada sapi, umumnya infestasi cacing sering ditemukan pada kanal pencernaan dan hati.

Berdasarkan bentuknya, jenis cacing yang sanggup menyerang sapi sanggup dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu cacing gilig (Nematoda), cacing pita (Cestoda) dan cacing daun atau cacing hati (Trematoda).


1.    Cacing gilig (Nematoda)

Sesuai dengan namanya, cacing gilig mempunyai bentuk tubuh yang lingkaran ibarat pipa dengan kedua ujungnya yang meruncing. Sebagian besar cacing ini mempunyai ukuran tubuh yang sangat kecil. Beberapa spesies yang sanggup menyerang ternak sapi di antaranya Toxocara vitulorum, Oesophagostomum radiatum, Agryostomum vryburgi, Bunostomum phlebotomum, Trichostrongylus spp., Nematodirus spp., Cooperia spp., Ostertagia ostertagi, Haemonchus placei dan Mecistocirrus digitatus.

Namun, dari beberapa spesies tersebut yang paling sering ditemukan kasusnya terutama pada pedet (sapi muda) yaitu spesies Toxocara vitulorum yang penyakitnya dikenal dengan istilah toxocariasis. Cacing yang dikenal juga dengan Neoascaris vitulorum ini habitatnya di dalam usus halus sapi dan berukuran paling besar dibandingkan spesies nematoda lainnya. Cacing jantan berukuran 250 x 5 mm, sedangkan betinanya 300 x 6 mm. Telur cacing T. vitulorum berbentuk lingkaran dan mempunyai ciri khas dinding telur yang tebal.

Kasus toxocariasis dimulai dengan termakannya feses yang mengandung telur cacing T. vitulorum oleh sapi. Selanjutnya telur akan menetas di usus halus dan menjadi larva. Larva kemudian sanggup bermigrasi (pindah) ke hati, paru-paru, jantung, ginjal, bahkan plasenta dan masuk ke cairan amnion (ketuban) serta ke dalam kelenjar ambing dan keluar bersama kolostrum. Kolostrum yang diminum oleh pedet akan menjadi sumber penularan cacing T. vitulorum. Sementara, larva yang tetap berada dalam usus akan berkembang menjadi cacing remaja dan selanjutnya menghasilkan telur yang bisa ikut terbuang bersama feses sapi.

Dilihat dari siklus hidupnya, maka penularan kasus toxocariasis pada sapi sanggup terjadi melalui pakan atau air yang tercemar oleh telur maupun larva cacing dan melalui kolostrum yang mengandung larva cacing.

2.    Cacing pita (Cestoda)

Jenis cacing pita yang sanggup menyerang sapi yaitu spesies Taenia sp., Moniezia sp. dan Echinococcus granulosus. Dari ketiga cacing tersebut, hanya spesies Moniezia sp. yang hidup hingga remaja dalam tubuh sapi. Namun, serangan cacing pita yang paling umum ditemukan pada sapi terutama oleh genus Taenia, yaitu Taenia saginata.

Serangan cacing pita ini tidak berbahaya bagi ternak sapi itu sendiri lantaran dalam tubuh sapi telur cacing yang tergoda bersama rumput hanya berkembang hingga fase larva. Larva cacing T. saginata yang berada dalam usus sapi selanjutnya akan menembus pembuluh darah dan ikut bersama fatwa darah hingga hingga di otot. Selanjutnya, insan perlu waspada terhadap serangan cacing pita ini, lantaran larva yang tergoda dari daging sapi mentah atau yang dimasak kurang matang sanggup berkembang menjadi cacing remaja dalam usus halus manusia. Cacing pita remaja akan menyerap sari-sari masakan dalam usus dan sanggup mengakibatkan penyumbatan usus.

Panjang cacing T. saginata remaja berkisar antara 4-8 meter dan terdiri atas segmen-segmen yang disebut proglotida. Proglotida yang telah matang, atau disebut juga proglotida gravid, pada cacing remaja berisi alat reproduksi jantan dan betina serta puluhan ribu telur. Bisa dibayangkan betapa banyaknya telur yang dihasilkan oleh 1 ekor cacing pita remaja yang selanjutnya siap masuk kembali kedalam tubuh sapi untuk berkembang menjadi bentuk yang siap masuk ke dalam tubuh manusia.

3.    Cacing hati (Trematoda)

Kasus cacingan pada sapi jawaban cacing hati (Fasciola sp.) cukup banyak dan sudah tak absurd lagi dijumpai di lapangan. Kejadiannya terutama banyak dilaporkan pada ketika perayaan Idul Adha, dimana pada waktu tersebut banyak orang yang melaksanakan penyembelihan binatang kurban khususnya sapi. Terdapat 2 spesies yang cukup penting di dunia, yaitu Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica. Namun, spesies yang paling sering ditemukan pada sapi di Indonesia yaitu F. gigantica. Secara umum, cacing hati berbentuk gepeng atau pipih ibarat daun, namun untuk spesies F. gigantica tubuhnya lebih memanjang dibandingkan F. hepatica. Sesuai dengan namanya cacing hati berhabitat di hati dan kanal empedu. Infestasi cacing ini dikenal dengan istilah fasciolosis.

Siklus hidup cacing F. gigantica dimulai ketika cacing remaja yang berada di hati dan kanal empedu mengeluarkan telurnya. Telur cacing ini kemudian masuk ke dalam usus halus belahan duodenum bersama cairan empedu dan selanjutnya dikeluarkan bersama feses. Di luar tubuh sapi, telur berkembang menjadi mirasidium. Untuk berkembang ke fase berikutnya, mirasidium memerlukan inang antara, yaitu siput muda Lymnaea rubiginosa.

Di dalam tubuh siput, mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Selanjutnya serkaria yang mempunyai kemampuan berenang akan keluar dari tubuh siput. Setelah menemukan daerah yang cocok, serkaria akan bermetamorfosis metaserkaria yang berbentuk kista. Kista sanggup berada dalam air maupun melekat pada tanaman. Selanjutnya, air dan tumbuhan yang mengandung kista ini akan menjadi media penularan bagi ternak sapi lainnya kalau termakan.

Cek Harga Sapi Hari Ini :

0 Response to "Waspada Kerugian Ekonomi Penyakit Cacingan Pada Sapi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel