Penyakit Binatang Menular Dalam Perjuangan Sapi Potong

PENYAKIT HEWAN MENULAR DALAM PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG - Pembangunan peternakan merupakan sub- sektor strategis dalam upaya ketahanan pangan dan mencerdaskan insan yang berkualitas. Fungsi protein hewani sangat memilih dalam mencerdaskan insan lantaran kandungan asam amino di dalamnya tidak sanggup tergantikan (irreversible). Sehingga sanggup dikatakan bahwa protein hewani yakni radikal-radikal tersifat dan bisa menjadi distributor pembangunan. Berdasarkan SUSENAS (2003) konsumsi pangan hewani gres mencapai 86,9 g/kapita/hari (target 150 g/kapita/hari), berasal dari komoditi peternakan sebesar 36,5 g/kapita/hari (42%). Pencapaian konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia gres sebesar 5,1 kg/kapita/hari, setara dengan daging 7,7 kg/kapita/tahun, telur 4,7 kg/kapita/tahun dan susu 7,5 kg/kapita/tahun. Sedangkan konsumsi rata-rata untuk negara ASEAN lainnya umumnya sudah mencapai di atas 15,0 g/kapita/hari. Beberapa waktu yang kemudian Menteri Pertanian RI (Prof. Dr. Bungaran Saragih) menyatakan bahwa pada tahun 2013 konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia harus sudah mencapai 10,20 g/kapita/hari.

Protein hewani asal ternak umumnya berasal dari daging (unggas, ruminansia besar dan kecil), telur dan susu. Kebutuhan akan konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia, diperkirakan sebesar 25% dari kebutuhan daging setiap tahun selalu meningkat. Sementara itu pemenuhan akan kebutuhan selalu negatif, artinya jumlah undangan lebih tinggi daripada peningkatan produksi daging sapi sebagai konsumsi. Dalam pengadaan daging sapi cukup umur ini pemerintah menghadapi persoalan serius, lantaran keterbatasan stok ternak, penurunan populasi, dan berkurangnya impor sapi dari luar negeri semenjak terjadinya krisis moneter di negeri kita beberapa tahun terakhir ini. Penurunan populasi ruminansia besar (sapi dan kerbau) pada tahun-tahun belakangan ini dikarenakan oleh tingginya pemotongan ternak tanpa diimbangi dengan laju reproduksi yang memadai.

Sapi Simental Berat 700 Kg 
Menurut kebijaksanaan Pemerintah pada 
sub-sektor peternakan, sapi potong sebagai salah satu perjuangan perlu terus dikembangkan, terutama perjuangan sapi potong yang bersifat perjuangan keluarga. Bantuan Pemerintah yang pernah dilakukan dalam mendukung pengembangan ternak sapi potong antara lain yakni pertolongan dan fasilitas, ibarat kredit penggemukan sapi, kredit pembibitan sapi potong, penerapan sistem kontrak lewat pengembangan sapi 
potong Bantuan Presiden, crash aktivitas sapi potong impor, proyek transmigrasi ternak, rural credit project atau proyek kredit pedesaan. Namun demikian, dalam 
perkembangan sapi potong di Indonesia, masih saja terjadi pertumbuhan populasi negatif, akhir tidak berimbangnya antara undangan pasar dan laju reproduksinya, masih banyaknya penyakit binatang menular strategis yang belum ditangani secara komprehensif. Visi pembangunan peternakan tahun 2005-2009 yakni “Ternak Sehat, Negara Kuat” (Better and healthy livestock towards better community). Visi ini dirasakan sempurna sekali, lantaran selama ini pengembangan perjuangan ternak, termasuk sapi potong, masih terkendala dengan persoalan kesehatan hewan, termasuk penyakit binatang menular strategis (PHMS).

KESEHATAN HEWAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG

Keberhasilan perjuangan sapi potong, baik penghasil bibit (breeding) maupun penggemukan (fattening), sangat tergantung dari kesehatan ternak. Sehingga penanganan, pengendalian dan pencegahan penyakit harus menjadi prioritas utama. Kesehatan binatang merupakan faktor utama dalam perjuangan peternakan sapi potong, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Penanganan, pengendalian dan pencegahan penyakit sapi potong memerlukan pertimbangan dari banyak sekali segi, baik dari segi penyakit maupun segi ekonomis. Status kesehatan binatang juga sangat kuat pribadi terhadap statuskesehatan reproduksi hewan. Dengan kata lain, kesehatan binatang harus baik untuk mencapai kesehatan reproduksi yang optimum. 

Manajemen kesehatan binatang mencakup administrasi kesehatan umum, administrasi pencegahan, pengendalian dan penanganan penyakit-penyakit organik, abses bakteri, virus, jamur, serta parasit. Kesehatan binatang merupakan syarat mutlak bagi produktivitas optimumnya. Dalam perjuangan peternakan sapi potong tanpa status kesehatan ternak yang baik tidak akan dicapai produktivitas maksimumnya. Pertambahan bobot harian pada sapi potong yang maksimum hanya akan diperoleh kalau status kesehatan ternak optimum pula. Status kesehatan yang kurang baik akan berakibat minimumnya pertambahan berat tubuh harian, emasiasi, rentan terhadap penyakit lain, kematian ternak maupun pedetnya, gangguan status reproduksi, rendahnya reproduktivitas dan produktivitas ternak tersebut. Kesehatan ternak kuat pribadi pada produktivitas sapi potong penghasil bibit maupun sapi bakalan. Status kesehatan sapi potong sangat menghipnotis berat badan, perubahan berat tubuh dan skor kondisi badan. Sehingga jelas, bahwa kesehatan sapi potong sangat menghipnotis produktivitas sapi potong bakalan maupun sapi potong bibit.

Program kesehatan binatang bagi sapi potong bakalan mencakup penanganan, pengendalian, dan pencegahan penyakit abses menular maupun penyakit binatang menular strategis (PHMS) pada sapi ibarat brucellosis, anthrax, septicaemia epizootica, penyakit Jembrana, infectious bovine rhinotracheitis, bovine viral diarrhea dan lainnya, akan sangat merugikan secara irit pada sapi potong. Begitu pula benalu cacing Neoascaris vitulorum, Fasciola gigantica, Haemonchus contortus akan kuat pada hambatan pertumbuhan berat badan, di samping juga menjadikan kerusakan jaringan-jaringan tubuh dan turunnya skor kondisi tubuh sapi. Program kesehatan binatang pada sapi potong penghasil bibit maupun sapi potong bakalan akan bisa meningkatkan produktivitas ternak secara nyata. Arti irit gangguan kesehatan ternak sapi potong secara umum antara lain sanggup disebutkan kematian sapi cukup umur dan pedet, hambatan pertumbuhan sapi dan pedet, ternak sakit perlu biaya embel-embel untuk perawatan dan pengobatan, kalau penyakit menular ada kemungkinan terjadinya bahaya penularan ke sapi lain, abortus, kematian pedet neonatal, inefisiensi produksi dan reproduksi, dan kerugian-kerugian lainnya. Makara antara status kesehatan ternak, status reproduksi dan produktivitasnya, merupakan satu kesatuan bagi berhasilnya perjuangan peternakan sapi potong.

Kesehatan reproduksi mutlak diharapkan untuk berhasilnya kehidupan reproduksi ternak. Manajemen kesehatan reproduksi mencakup administrasi pencegahan dan pengendalian penyakit abses reproduksi 
spesifik dan nonspesifik, serta gangguan fungsi reproduksi. Beberapa parameter status reproduksi, contohnya untuk kelompok sapi potong, antara lain usia pubertas, angka konsepsi, rasio pengawinan: kebuntingan (indeks fertilitas = fertility index), jarak beranak, angka konsepsi, angka penyapihan, angka pengafkiran lantaran sterilitas. Perbaikan administrasi kesehatan binatang akan pribadi menghipnotis kesehatan reproduksi dan reproduktivitas ternak. Status reproduksi dan produktivitas merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan dalam pengembang-biakan (breeding) sapi potong.

Performans reproduksi sapi potong kita masih tergolong rendah, ibarat ditulis PUTRO (2000) yang mencatat data dari 3.282 ekor sapi potong betina penghasil bibit, ternyata hahwa jarak beranak mencapai 20 bulan, angka konsepsi 35%, rasio pengawinan kebuntingan lebih besar dari 3,5, calf-crop hanya 36% dan angka kematian pedet di bawah usia lima bulan lebih dari 22%. Jarak beranak yang terlalu panjang dan angka konsepsi yang terlalu rendah tersebut terkait akrab dengan tingginya anestrus pascaberanak, akhir gangguan fungsional maupun abses alat reproduksi oleh mikroba, serta tingginya bencana kawin berulang (repeat breeder).


Brucellosis
Brucellosis merupakan suatu penyakit abses menular disebabkan oleh bakteria Brucella, menjadikan abortus, infertilitas, gangguan reproduksi, serta penurunan produksi susu dan bersifat infeksius bagi manusia. Angka kematian memang tidak tinggi, namun secara irit penyakit ini sangat merugikan lantaran dampak negatifnya terhadap reproduktivitas dan produktivitas sapi penderita.

Langkah penting dalam pencegahan dan pemberantasan brucellosis sapi, yaitu dengan tindakan surveilans untuk identifikasi carriers seropositif pada sapi umur 18 bulan ke atas, eliminasi carriers dari kelompok ternak dengan cara pemotongan yang terkontrol (test and slaughter), serta vaksinasi dengan vaksin Strain-19 atau Strain RB-51 pada semua heifers berumur antara 4 hingga 10 bulan, pemasukan sapi pengganti hanya dari kelompok atau kawasan officially free or free from bovine brucellosis diikuti karantina dan uji ulang serologis. Tindakan pengendalian brucellosis sapi spesifik, antara lain: regulasi penanggulangan brucellosis, karantina yang ketat, pembinasaan segera binatang yang mati, kotoran atau material sangkar yang terkotori dengan cara kremasi, isolasi penderita, disinfeksi sangkar dan fasilitasnya, tindakan sanitasi dan higiene bagi personalia yang kontak dengan binatang penderita brucellosis untuk keselamatan dirinya sendiri.


Anthrax
Anthrax dikenal juga sebagai “penyakit radang limpa" disebabkan oleh Bacillus anthracis. Anthrax memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi, serta bersifat zoonotik, sanggup menular ke manusia. Antibiotika contohnya oxytetracycline efektif untuk pengobatan anthrax.

Pencegahan dengan imunisasi sanggup dilakukan lewat vaksinasi tahunan di kawasan endemik anthrax dengan vaksin hidup strain Sterne.Tindakan pengendalian spesifik, antara lain: regulasi penanggulangan anthrax, karantina yang ketat, pembinasaan segera binatang yang mati, kotoran atau material sangkar yang terkotori dengan kremasi atau penguburan dalam-dalam, isolasi binatang sakit dan penyingkiran binatang sehat dari kawasan tercemar, disinfeksi sangkar dan fasilitasnya, penggunaan pembasmi serangga, tindakan sanitasi dan higiene bagi personalia yang kontak dengan binatang penderita.


Septicemia epizootica (SE)
Septicemia epizootica atau Pasteurellosis juga dikenal sebagai “penyakit ngorok” disebabkan oleh Pasteurella spp, dengan tanda-tanda utama gangguan pernafasan akhir peradangan pada susukan pernafasan belahan atas dan paru-paru. Morbiditasnya tinggi, sedangkan mortalitasnya sanggup mencapai 10%. Pengobatan sanggup dilakukan dengan antibiotika spektrum luas. Pencegahan sanggup dilakukan dengan vaksinasi memakai vaksin aktif atau bakterin. Langkah untuk pengendalian SE antara lain: karantina yang ketat bagi kemudian lintas hewan, isolasi binatang sakit, dan disinfeksi sangkar dan fasilitasnya yang tercemar.


Infectious bovine rhinotracheitis (IBR)

Infectious bovine rhinotracheitis disebabkan oleh virus BHV-1 (bovine herpes virus) dengan tanda-tanda gangguan alat pernafasan atau gangguan reproduksi, berupa abortus dan abses alat kelamin. Penyakit ini memiliki morbiditas tinggi dan mortalitas rendah. Antibiotika tidak sanggup dipakai untuk penyembuhan penyakit ini. Immunisasi atau vaksinasi dengan vaksin hidup atau vaksin inaktifBHV-1 isolat lapangan merupakan cara pencegahan penyakit ini.


Pengendalian IBR secara umum dengan regulasi penanggulangan IBR, karantinayang ketat, isolasi binatang sakit dan penyingkiran binatang sehat dari kawasan tercemar, disinfeksi sangkar dan fasilitasnya, serta tindakan sanitasi dan higiene bagi personalia yang kontak dengan binatang penderita.


Bovine viral diarrhea (BVD)

Bovine viral diarrhea (BVD) merupakan penyakit infeksi, berupa diarrhea ganas pada sapi, disebabkan oleh pestivirus (familia Togaviridae). Infeksinya biasanya bersifat subklinis, dengan morbiditas tinggi dan mortalitas rendah. Tidak ada terapi antibiotikayang mujarab untuk BVD. Virus BVD bersifat teratogenik pada fetus dalam kandungan.

Pencegahan sanggup dilakukan dengan vaksinasi dengan vaksin hidup atau inaktivasi.


Langkah untuk pengendalian BVD antara 
lain: regulasi penanggulangan BVD, karantina yang ketat bagi kemudian lintas hewan, isolasi binatang sakit dan penyingkiran binatang sehat dari kawasan tercemar, disinfeksi sangkar dan fasilitasnya, tindakan sanitasi dan higiene bagi personalia yang kontak dengan binatang penderita.


Penyakit Jembrana 

Penyakit Jembrana pada sapi Bali merupakan penyakit infeksi, akut, disebabkan oleh bovine lentivirus dengan morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi. Gejalanya akut, penderita terlihat depresi, anoreksia, demam tinggi, pembesaran nodus limfatikus superficial, 
anemia dan leukopenia progresif. Karena 
penyebabnya virus, tidak ada terapi antibiotika yang sanggup dipakai untuk mengobati penyakit ini.


Pencegahan penyakit dengan tindakan vaksinasi massal. Untuk pengendalian penyakit Jembrana sanggup dilakukan langkah-langkah, antara lain: regulasi penanggulangan penyakit Jembrana, karantina yang ketat bagi binatang yang masuk atau keluar, pembinasaan segera binatang yang mati, kotoran atau material sangkar yang terkotori dengan kremasi, disinfeksi sangkar dan fasilitasnya, serta tindakan sanitasi dan higiene umum pada sangkar dan personalianya.


Bagi yang butuh goresan pena ini secara lengkap silahkan bapak/ibu bisa klik download

0 Response to "Penyakit Binatang Menular Dalam Perjuangan Sapi Potong"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel